Thursday 5 March 2015

Cerpen; BULAM DALAM AMPLOP

kisah ini mungkin terjadi di lingkungan sekitarmu, atau mungkin di tempat yang sangat jauh.
Kisah ini mungkin sedang dialami oleh teman dekatmu, mungkin juga keluargamu, atau bahkan bisa saja sedang kau alami sendiri.
Ini adalah kisah seorang pemuda, sebut saja namanya Gifar, kau bisa memakai namamu sendiri jika kau mau. Seperti pemuda pada umumnya Gifar disibukan dengan kegiatan belajarnya di sebuah perguruan tinggi swasta. Gifar berasal dari keluarga yang cukup terpandang, ayah dan ibunya jarang berada di rumah. Mereka sering berada di luar kota untuk perjalanan bisnis hingga Gifar saja yang tinggal di rumah berhubung Gifar adalah anak tunggal.
                Dihari yang panas di bulan Oktober, Gifar pulang ke rumah setelah seharian berkutat dengan kegiatan kuliah dan klub memanahnya. ia membuka pintu pagar rumahnya saat tiba-tiba matanya tertuju pada kotak surat, dia melihat sebuah surat dengan amplop berwarna pastel terselip di lubang kotak surat ‘mungkin tagihan’ pikir Gifar. Ia membawa serta surat tersebut ke dalam kamar.
Gifar berbaring di kasurnya sambil memperhatikan Surat yang ia terima. Alamat pengirimnya tampak asing namun ada yang familiar dengan nama si pengirim.
‘Bulan Maharani’ nama yang sudah sangat lama ia lupakan. Nama yang tidak akan pernah ia izinkan lagi masuk ke fikirannya. Nama yang susah payah ia hapus dari hatinya. Gifar hanya memasukan surat itu ke dalam laci meja belajarnya tanpa perlu repot-repot membukanya apalagi membacanya.
Hingga hari demi hari pun Gifar lupa dengan surat itu. Hingga di penghujung Oktober Gifar mendapatkan surat yang hampir sama dengansurat pertama yang ia terima, Amplop berwarna pastel dengan Alamat asing bertuliskan ‘Bulan Maharani’ sebagai nama si pengirim. Hingga ia kembali ingat dengan surat yang dikirim Bulan sebelumnya.

Dikamar Gifar membuka laci meja belajarnya mebuka surat pertama dari Bulan dan membacanya.

Dear Gifar.
Gifar bagaimana kabarmu disana?! Ku harap kau baik-baik saja, setidaknya kondisimu jauh lebih baik dari kondisiku sekarang. Aku berusaha menghubungi ponselmu, dan mengirim e-mail tapi sepertinya kau sudah tidak menggunakan nomor dan alamat e-mail yang dulu. Akhirnya aku memutuskan untuk mengirimkanmu surat. Aku selalu ingat kata-katamu dulu, bahwa aku dapat kapan saja menghubungimu saat aku butuh dan itu sangat membuatku senang. Sekarang aku berkuliah di kampus khusus perempuan namun disini kurang begitu baik. Beberapa kali aku mengalami hal yang tidak menyenangkan. Aku menemukan tas ku di buang di tong sampah,dan beberapa teman bahkan mengunciku di gudang semalaman. Aku harap ini tidak berlangsung lama, karena aku tidak mau ibuku tau masalah ini, kau tau ibuku kan?!aku tidak ingin kondisi kesehatannya semakin parah.

Gifar menghela nafas, hatinya bimbang. Dia tau dia membenci Bulan, namun sepertinya sebagian kecil hatinya masih peduli, peduli pada perempuan yang meninggalkannya dulu, mencampakkannya tanpa ampun dan menghianati kebaikan hatinya.
Gifar membaca surat Bulan yang kedua. Tulisannya nampak tidak serapi surat pertama beberapa bagian bahkan agak buram seperti terkena tetesan air. Fikirannya liar, banyak spekulasi negatif berkelebatan di kepalanya berusaha menggambarkan kondisi Bulan saat ini. Gifar menggelengkan kepalanya berusaha mengenyahkan fikiran-fikiran negatif dari kepalanya dan mulai membaca surat yang kedua

Dear Gifar.
Maaf, aku sudah mengirimimu surat lagi padahal surat sebelumnya belum sempat kau balas. Tidak, aku tidak berharap kau membalasnya karena mungkin sekarang kau terlalu membenciku hanya untuk membalas suratku. Aku hanya ingin mencurahkan masalah yang sudah cukup lama ku pendam sendiri.
Tiga hari yang lalu mereka memukuli ku, aku bahkan tidak tau apa salahku. Entahlah apa yang sebenarnya terjadi di tempat ini. Kemudian sejak kejadian pemukulan itu aku mulai tidak bisa merasakan apa yang ku makan. Kau tau?! Rasa asam saat kau mencicip cuka dan manis saat kau menjilat lolipop,juga rasa pedas dari saus. Dan rasa yang lainnya juga. Lebih tepatnya aku tidak bisa merasakan apapun.
Sekalipun aku tidak akan mendapatkan balasan surat darimu atau bahkan kau tidak pernah membaca suratku, aku tetap merasa lega karena sudah menceritakan masalahku, karena menyimpannya sendiri membuatku seakan hampir gila.

Gifar kembali menghela nafas. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menemui Bulan, mendatangi ke Alamat dimana Bulan mengirim suratnya. Gifar membuka buku agenda nya, melihat jadwal kuliah padat yang masih ia miliki untuk satu minggu kedepan yang kemudian di susul libur satu hari. Gifar melingkari tanggal hari libur tersebut dan menambahkan catatan kecil “check Bulan”

Seminggu kemudian di hari libur Gifar memulai perjalanannya menemui Bulan, Alamat di surat Bulan adalah sebuah rumah kontrakan berukuran sedang di sebuah perumahan yang nampak sepi ‘mungkin semua orang sedang sibuk bekerja’ fikir Gifar. Ia membunyikan bel dan beberapa kali mengucap salam namun tidak ada jawaban. Gifar mulai tak sabar dan memutar kenop pintu, pintunya tidak terkunci.
Gifar memasuki rumah dan memanggil Bulan beberapa kali, namun masih tidak ada jawaban hingga Gifar berhenti di depan sebuah kamar dengan pintu sedikit terbuka, perlahan Gifar mendorong pintu hingga terbuka sepenuhnya, pemandangan yang di lihat Gifar sungguh membuatnya shock. Dia disana,,,, Bulan Maharani, wanita yang meninggalkannya, mencampakkannya tanpa ampun dan menghianati kebaikan hatinya. Kini tergantung di langit-langit kamar, lehernya terikat selendang panjang berwarna merah, nampak sangat erat mengikat lehernya. Matanya yang dulu indah kini terbelalak lebar tampak kosong, mulutnya terbuka lebar dengan darah yang banyak keluar dari mulutnya nampak mengering di sekitar dagu dan lehernya, bahkan membasahi bagian depan gaun tidurnya yg berwarna putih hingga tampak kontras dengan warna merah darah. Sebuah kursi terguling di lantai dengan beberapa bercak darah dan....................potongan lidah Bulan.

Dan kisah ini pun berakhir. kisah ini mungkin terjadi di lingkungan sekitarmu, atau mungkin di tempat yang sangat jauh.
Kisah ini mungkin sedang dialami oleh teman dekatmu, mungkin juga keluargamu, atau bahkan bisa saja sedang kau alami sendiri. Jika benar begitu maka Saranku, cobalah memaafkan orang yang pernah menyakitimu.

No comments:

Post a Comment